Digitalisasi telah menjadi tekat dari berbagai korporasi, organisasi hingga pemerintahan. Hanya saja cara dan metode eksekusinya berbagai macam, hingga hasilnya juga bisa beragam. Bisa berhasil, kurang berhasil, belum berhasil, bahkan gagal. Banyak orgnaisasi yang menunjukan bahwa pembuatan aplikasi berbasis web dan aplikasi mobile sudah merupakan keberhasilan dari proses digitalisasi. Kemudahan membuat aplikasi membuat masing-masing unit organisasi berlomba membuat aplikasi, sehingga kadang suatu organisasi berhasil membuat aplikasi yang banyak sekali. Sekitar enam tahun lalu, bahkan ada salah satu pemimpin kota mengumumkan bahwa kota tersebut telah membuat sekitar 400 aplikasi yang diterapkan di kota tersebut.

Beliau membandingkan dengan Kota (negara) Singapura yang mempunyai sekitar 1.600 aplikasi. Kemudian beliau mengatakan kota tersebut sudah cerdas (smart). Namun ternyata, dengan ukuran tingkat peningkatan kualitas layanan, kota tersebut masih jauh dari predikat Cerdas. Antara satu aplikasi dengan aplikasi belum nyambung, bahkan antara pengelola dan pengguna mungkin juga bingung, namun kalau ditanya, aplikasi ini, aplikasi itu sudah dibuat. Digitalisasi bukanlah membuat proses digital dari proses yang ada menjadi otomatisasi, tetapi merupakan proses transformasi.
Transformasi adalah proses perubahan yang terstruktur yang direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Digitalisasi seolah memang mengandung makna teknologi informasi sebagai bagian upaya kental dari transformasi. Dengan digital antara satu data dengan jutaan data bisa diproses dalam suatu pemroses yang sama dan dengan media komunikasi yang sama. Disrupsi inilah yang menjadi penghela berbagi sarana dan prasarana (infrastruktur sharing), sebagai inti dari manfaat teknologi digital. Aspek kemudahan membuat aplikasi digital, kadang membuat bagian unit tidak sabar membuatnya, lupa meninggalkan koordinasi dengan bagian unit yang lain, bahkan sering kita dengar, yang penting segera kita launching dulu, koordinasi belakangan. Inilah tembok tembok atau silo-silo terjadi di organisasi baik pemkot atau korporasi bahkan universitas. Penulis bersama tim di ITB telah mengembangkan suatu kerangka kerja Transformasi Digital (Garuda Digital Transformation), yang mencoba memberikan pedoman kerja transformasi Digital, seperti terlihat di gambar di bawah.
Kerangka Kerja Transformasi Digital Garuda (Smart City & Community Innocation Center).(arry.arman@itb.ac.id; suhono@stei.itb.ac.id)
Kerangka Kerja Transformasi Digital Garuda (Smart City & Community Innocation Center).(arry.arman@itb.ac.id; suhono@stei.itb.ac.id)

Kerangka ini mencoba menggambarkan bagaimana langkah langkah organisasi melakukan proses trasnformasi, agar lebih berhasil dan dirasakan manfaatnya baik secara internal maupun eksternal korporasi. Kerangkan kerja dibagi 4 bagian utama, yaitu kepemimpinan dan pembudayaan, strategi, teknologi dan realisasi. Pemimpin memegang peran penting karena transformasi digital adalah transformasi organisasi perusahaan. Efisiensi, produktivitas, kualitas layanan tentu menjadi objektif dari organisasi. Proses ini tidak bisa ditugaskan semata kepada unit pengelola teknologi informasi, tetapi merupakan upaya bersama yang harus dipimpin dan dikordinasikan oleh level pimpinan tertinggi organisasi (CxO). Proses transformasi biasanya bisa dilakukan dengan cara proses perubahan terukur dan direncanakan atau juga melalui tekanan atau paksaan. Tidak bisa dipungkiri Covid-19 memberikan hikmah kepada kita semua, bahwa kerja bisa dilakukan dari mana saja, baik WFH maupun WFO. WFH sudah menjadi kebiasaan kita semua. Namun tentu WFH harus diikuti upaya sistematis yang bisa memberikan nilai bagi organisasi maupun masyarakat. Ini bagian dari pembudayaan yang penting dari organisasi. Lebih jauh data juga merupakan bagian penting, bahkan menjadi aset suatu perusahaan, untuk itu proses mendapatkan data melalui penginderaan (sensing) , pemrosesan dan pengelolaannya saat ini juga bagian kritikal organisasi. Sering ditemui bahwa unit di suatu organisasi mempunyai anggaran lokal di unit untuk pengembangan teknologi dan sistem informasi, baik dikerjakan internal unit maupun melalui alih daya (outsourcing). Oleh karena kurang koordinasi, kadang menjadikan aplikasi atau layanan digital tersebut membuat hanya berumur sementara dan kalau bisa dipakai secara korporasi tidak nyambung atau perlu kastomisasi yang banyak. Pimpinan perlu memberikan perhatian cukup agar proses trasnformasi bisa jalan dengan baik melalui team dan proses pembudayaan yang cukup terarah. Selanjutnya tahap ke 2 adalah strategi perusahaan p disiapkan agar sesuai dengan kekuatan, kelemahan, ancaman dan tantangan perusahan. Tahap ke 3 dari proses transformasi adalah eksekusi teknologi, dengan melihat digitalisasi di sisi pengguna (user experience), sisi produksi, sisi organisasi dan sisi operasi. Di sinilah baru kelihatan layanan dan integrasi digital antara satu direktorat dengan direktorat lain. Lebih lanjut tidak boleh dilupakan adalah realisasi transformasi digital melalui proyek manajemen yang tepat dan pengukuran gariswaktu trasnformasi, termasuki di antaranya adalah tingkat kematangan dan manfaat transformasi. Momen Covid-19 ini bisa diambil hikmahnya, kita telah dipaksa untuk beralih menggunakan media virtual untuk kebiasaan keseharian kita. Suatu keadaan kebiasaan dengan menambah proses yang lebih baik akan menjadi kebiasaan baru yang menjadi bagian efisiensi, produktivitas hingga peningkatan kualitas pelayanan organisasi. Eksekusi penting, tapi visi, strategi, dan pembudayaan akan menghantarkan keberhasilan transformasi.

kompas