Al-Habib Al-Quthb Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf (30 Maret 1869 - 15 Juli 1957)

Meski nama Kabupaten Gresik dinisbatkan dalam namanya, namun sebenarnya Habib Abu Bakar dilahirkan di daerah Besuki, Situbondo pada 16 Dzulhijjah 1285 H atau bertepatan pada 30 Maret 1869 M[1]. Ayahnya juga merupakan ulama yang dikenal sebagai Habib Muhammad bin Umar as-Segaf yang berhijrah dari kampung asalnya di Hadramaut ke Besuki, Situbondo, semasa Habib Abu Bakar kecil, ayahnya memutuskan untuk memindahkan semua anggota keluarganya ke Gresik hingga akhirnya meninggal di kota tersebut[2][3].

Mendengar putranya meninggal, sang nenek yang bernama Hubabah Fatimah binti Abdullah 'Allan yang berada di Hadramaut meminta Habib Abu Bakar muda untuk berhijrah ke tanah leluhurnya Hadramaut. Pada tahun 1293 atau saat itu Habib Abu Bakar berusia 8, meninggalkan Gresik menuju Hadramaut dengan ditemani salah seorang kenalan kerabat bernama Syeikh Muhammad Bazemul[2][3].
Habib Abu Bakar sampai di kota SeiwunHadramaut. Di kota tersebut, Habib Abu Bakar tinggal bersama pamannya, Habib Syeikh bin Umar as-Segaf yang kala itu menjadi ulama terkemuka dan kerap menjadi rujukan di kalangan masyarakat setempat. Dari pamannya tersebut pula Habib Abu Bakar berguru khususnya untuk mendalami ilmu fikih dan tasawuf, serta pembentukan kebiasaan beribadah[1].
Selain dari pamannya, Habib Abu Bakar juga berguru pada ulama-ulama terkenal lainnya di kota Seiwun, diantaranya[3]:
1. Al-Habib Al-Quthb Ali bin Muhammad Alhabsyi
2. Al-Habib Muhammad bin Ali Assegaf
3. Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi
4. Al-Habib Ahmad bin Hasan Alatas
5. Al-Habib Al-Imam Abdurrahman bin Muhammad Almasyhur (Mufti Hadramaut saat itu).
6. Al-Habib Syeikh bin Idrus Alaydrus

Setelah 9 tahun menimba ilmu di Hadramaut, Habib Abu Bakar yang kala itu berusia 17 tahun memutuskan untuk kembali ke tanah Jawa yakni pada tahun 1302 H atau 1885 M. Ditemani Habib Alwi bin Segaf as-Segaf, Habib Abu Bakar menuju kota kelahirannya Besuki, Situbondo dan melakukan aktifitas dakwah di sana selama 3 tahun, setelah itu ia pindah ke Gresik dalam keadaan usia masih 20 tahun[4].

Meski telah kembali, Habib Abu Bakar tidak berhenti berguru, ia tetap belajar kepada ulama-ulama lain di Jawa seperti[2][3]:
1. Habib Abdullah Bin Muhsin al-Atas (Habib Empang Bogor)
2. Habib Abdullah bin Ali al-Haddad (wafat di Jombang)
3. Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Atas (Pekalongan)
4. Habib Al-Quthb Abubakar bin Umar Bin Yahya (Surabaya)
5. Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (Surabaya)
6. Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhor (wafat di Surabaya)

Saat usianya baru menginjak 20 tahun, Habib Abu Bakar muda mendapat panggilan spiritual untuk melakukan uzlah/khalwat atau aktivitas menyepi, inspirasi spiritual ini ia dapat ketika sedang khusyuk menyimak khutbah Jumat[2]. Ia absen dari aktivitas duniawi dan hanya beribadah dalam khalwat selama hampir 15 tahun.
Adalah gurunya, Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi yang kemudian memerintahkannya untuk menyudahi masa khalwat, mengajaknya berkeliling mengunjungi ulama-ulama lain dan membawa Habib Abu Bakar ke kediamannya di Surabaya. Sepulangnya dari Surabaya, Habib Abu Bakar mulai membuka pengajian yang ditujukan kepada masyarakat umum di rumahnya[4].
Pengajian atau taklim yang dilakukannya itu dengan melakukan pembacaan kitab-kitab karya ulama salaf. Pengajian ini setidaknya telah mengkhatamkan Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali sebanyak 40 kali dan kitab-kitab lainnya. Setiap mengkhatamkan kitab, Habib Abu Bakar selalu mengadakan jamuan makan kepada masyarakat[4].
WAFAT
Setelah menghabiskan sisa usianya untuk menyebar ilmu, Habib Abu Bakar wafat di Gresik pada 17 Dzulhijjah 1376 atau 15 Juli 1957 dalam usia 88 tahun atau beberapa sumber lain mengatakan 91 tahun, dimakamkan di kompleks pemakaman Masjid Jami' Gresik. Sebelum wafat, ia sempat menunaikan puasa selama 15 hari.
Untuk mengenang perjuangannya sebagai seorang ulama, tradisi haul untuk memperingati hari kewafatannya selalu diadakan setiap tahun yang biasanya bertepatan pada tanggal 17 Dzulhijjah. Pusat acara di fokuskan di kediamannya di Jalan KH. Zubair dan Masjid Jami' Gresik depan alun-alun[5]. Acara ini selalu menjadi magnet bagi ribuan peziarah yang datang dari banyak penjuru negeri khususnya masyarakat Jawa Timur maupun para tokoh-tokoh politik.
NASAB
Bila diurut melalui jalur ayah, Habib Abu Bakar as-Segaf adalah keturunan ke-36, nasabnya adalah[2]:
Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin al-Imam Wadi al-Ahqaf Umar bin Segaf bin Muhammad bin Umar bin Toha bin Umar bin Toha bin Umar ash-Shafi bin Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghayur bin Muhammad al-Faqih Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali' Qasim bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rumiy bin Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Hussein dari Fatimah az-Zahra Putri Rasulullah SAW.



Referensi

  1. ^ a b "Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Ulama Pemberi Keteladanan (1)"Republika Online. 2014-04-02. Diakses tanggal 2020-05-06.
  2. ^ a b c d e Mauladdawilah, Abdul Qadir Umar (2011). 17 Habaib Berpengaruh di Indonesia. Malang: Pustaka Bayan.
  3. ^ a b c d DIA, Yayasan (2016-10-29). "Riwayat Hidup Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar Assegaf"Riwayat Hidup Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar Assegaf (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-06.
  4. ^ a b c "Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Ulama Pemberi Keteladanan (2-habis)"Republika Online. 2014-04-02. Diakses tanggal 2020-05-06.
  5. ^ "Dia Adalah Habib Abu Bakar, Wali Kuthub Sempat Berkhalwat 15 Tahun"SINDOnews.com. Diakses tanggal 2020-05-07.